Powered By Blogger

Jumat, 30 Januari 2009

SKENARIO DRAMA TAHUN BARU

ADEGAN I (SETAN+POCONG)
Narator Alur bersama 2 Narator watak berjalan kaku pake jubah dan topi Hitam/kerudung dengan berjalan membungkuk dan membawa dupa dari arah depan panggung. (diiringi musik jengkerik malam dan petir –musik serem lah pokoknya).

NARATOR ALUR:
Legenda ini mengisahkan tentang teror kegelapan yang menyelimuti sebuah komunitas. Bermula dari munculnya setan-setan pendosa yang menyelimuti habitat manusia .

(Setan-setan pendosa dari berbagai arah dengan muka pake topeng berkelibat terbang mengintari penonton, menari-nari menuju panggung. Dari arah panggung muncul pocong yang meloncat dan terdiam. Setan-setan tersebut berusaha membuka tali pocong dan setelah terbuka muncul musik tertawa setan dan mundur ke belakang panggung)


Narator Watak 1:
Setan-setan pendosa tersebut telah menyebarkan konflik di sebuah komunitas. Semua merasa benar. Semua Menjadi egois, Semua mementingkan diri sendiri. Semua saling menginjak. Semua saling menuduh.

Narator Watak 2:
Setan-setan pendosa juga telah menyebabkan berjangkitnya penyakit sosial berupa kemiskinan, keterbelakangan, kemunafikan, penipuan, korupsi, perekayasaan Dimana semuanya menjadi serba terbalik. Kata tidak sesuai dengan tindakan, kebenaran menjadi kebohongan dan kebohongan menjadi kebenaran.

Adegan 1 selesai


ADEGAN II (Gelandangan dan Penguasa)
(Para penguasa keluar dari belakang panggung. Gelandangan-gelandangan berserakan dari arah penonton meminta uang pada penonton, mengemis, meronta-ronta, terlunta-lunta)

NARATOR ALUR:
Fenomena yang ada setelah datangnya setan-setan pendosa adalah kesenjangan sosial, adanya sekelompok habitat yang dilimpahi dengan kekayaan sementara itu di sisi lain ada habitat yang mengalami kemiskinan, keterbelakangan, kelaparan sehingga mereka yang miskin tidak dapat menikmati hak-hak dasar mereka sebagai manusia.

(Gelandangan beraksi melolong-lolong minta tolong disia-sia oleh penguasa)


Narator Watak:
Kami memang orang-orang yang sekarat, kami memang orang-orang yang terbuang. Kami sadar bahwa kami memang sampah masyarakat. Tapi kami juga manusia. Kami berhak menikmati hak-hak dasar untuk hidup. Kami berhak memperoleh mimpi dan angan kami.

Narator Watak:
Kami adalah korban pemiskinan yang dilakukan oleh para penguasa yang menggemari kekuasaannya. Kami adalah wong cilik yang mengalami proses marginalisasi dan menjadi manusia paria di negeri kami sendiri.

Narator Watak:
Kami adalah tumbal dari penguasa yang rakus yang sangat berlebihan memuja kekuasaan yang dimilikinya. Kami adalah korban ketidakadilan, siapa yang peduli kami?

(Penguasa mempraktekkan kezaliman)

NARATOR ALUR:
Kegemaran akan kekuasaan cenderung membuat seseorang menjadi sewenang-wenang, gampang curiga, dan mudah mengenyahkan orang-orang yang dianggap hendak mengusik kekuasaanya. Psikologi kekuasaan telah membuat sang penindas merasa seperti kanak-kanak kembali yang senantiasa minta dilayani dan senantiasa ingin menjadi pusat perhatian.


Narator Watak:
Mengapa mereka begitu kejam terhadap kami, mengapa mereka tidak berperikemanusiaan, mengapa mereka suka memuaskan hawa napsu, mengumbar amarah, tanpa mempedulikan tangisan dan teriakan kami.

Narator Watak:
Mengapa mereka begitu sadis, begitu keji, Siapakah yang peduli kami, siapakah penolong kami, Ya Tuhaan dimanakah Engkau, Ya Allah.


(Penguasa naik ke panggung mempraktekkan adegan korupsi)

NARATOR ALUR:
Sang Penguasa adalah pembohong dan munafik, mereka menggunakan kepandaiannya untuk korupsi dan kolusi, membobol uang rakyat untuk kantong sendiri. Semua sadar bahwa habiotat ini mempunyai teori perencanaan yang indah, mempunyai undang-undang yang indah oleh karenanya sang penindas bisa berbicara sangat bagus dan enak didengar. Tapi mereka semua adalah munafik karena tidak ada kesamaan antara kata dan perbuatan.



ADEGAN III
(ORANG GILA)

NARATOR ALUR:
Yang kita lihat sekarang adalah mewabahnya orang-orang yang hilang ingtan, orang-orang yang tidak waras, Akibat zaman yang mulai menggila dan keaaan yang mulai menggila.

(orang-orang gila keluar dan berakting)

Narator Watak: Mengapa kalian tertawa, mengapa kalian mentertawakan kami, Kalian begitu bangga mentertawakan penderitaan kami, kalian begitu bangga menertawakan kesusahan kami. Apakah penderitaan kami merupakan suatu lelucon. Apakah penderitaan kami merupakan suatu dagelan?
Dimana letak hati nurani kalian, dimana letak moral kalian. Kalian mentertawakan kebodohan kalian sendiri. Kalian mentertawakan kepicikan kalian sendiri. Dimanakah letak simpati, empati dan cinta kasih kalian. Dimana?

ADEGAN IV
(Demonstrasi/ Tsunami)

Penguasa lari keluar panggung, demonstran berbaris membawa bahan-bahan demo dari arah penonton

NARATOR ALUR:
Sekelompok habitat ini mulai kritis. Mereka melakukan demonstrasi terhadap penguasa yang mengkrangkeng aspirasi mereka. Mengenai hari depan mereka yang lebih baik. Aksi protes terhadap kasus TKW, pencaplokan tanah rakyat, penggusuran tak jelas, manipulasi hukum, eksploitasi kaum marginal dan segudang problema psikologis social lainnya.

Narator Watak:
Sadarkah kalian bahwa kalian kerap menggunakan kata kekeluargaan, persatuan dan keadilan. Itu hanya omong kosong. Kalian senang mempergunakan kata kekeluargaan, keadilan itu hanya teori tanpa keteladanan.

Narator Watak:
Kalian senang menghamburkan kata moral untuk menyerang seseorang/ golongan. Namun hal tersebut semata untuk pamer diri , membenarkan tindakan diri dan menyembunyikan kemunafikan sehingga mengiring manusia lain kejurang penderitaan, keterasingan, ketidakadilan social, pelanggaran Hak asasi.

(Perang antara aparat keamanan penguasa dan demonstran)


Narator Watak:
Lihatlah kami, kami hanyalah arus bawah yang kritis, namun dituduh melakukan tindakan maker, pembunuhan yang tidak pernah kami lakukan. Aparat keamanan tidak peduli kami. Merekla pura-pura sibuk dengan kegiatan pengawasan, pengintipan, penguntitan, pengejaran, penangkapan, penyiksaan bahkan pembunuhan.

(Tiba-tiba Tsunami datang dan membuat mati demonstran+penguasa)


Narator Alur:
Barangkali Tuhan memang memberikan hadiah terindah bagi hambanya dengan badai tsunami. Kita memang suka mengobral ungkapan moral., kekeluargaan, persamaan, persatuan, keadilan. Disekolah-sekolah, dikantor-kantor, dipenataran-penataran. Tapi kita lupa membisikkan dengan mantap kepada diri sendiri. Itulah fenomena yang menyelimuti tahun baru kita. Mereka menantikan sang penyelamat. Penyelamat itu bisa dating dari Anda atau dating dari orang-orang yang sempat dan tidak lupa mendoakan mereka. Untuk meraih mimpi-mimpi dan angan mereka, cabutlah benalu sampai keakar-akarnya. Walaupun kita sadar bahwa keadilan itu sulit dan kebenaran itu langka mari kita berbuat untuk yang sulit dan langka itu.

Pernah Dipentaskan di Gramedia Cirebon setelah dimodifikasi.
Naskah awal dipentaskan di SMU STELLA DUCE II Yogyakarta (kelas AMAZONE-anak manis sosial one)

Kepala Daerah yang Entrepreneur

Suksesi pemilihan kepala daerah baik bupati, walikota dan gubernur sepertinya sudah terasa walaupun pelaksanaannya masih awal tahun depan. Berbagai persiapan mulai dilakukan menyambut pesta demokrasi ini.
Seolah-olah memanfaatkan tren, media massa ini pun (red.Radar Cirebon) juga menggelar kuis, ”SMS Rembug Pilkada” sampai liputan satu halaman penuh berita persiapan pilkada. Pemuatan artikel dan berita mengenai tokoh-tokoh yang berharap mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah juga mulai menghiasi halamannya.
Lepas dari apakah itu kampanye terselubung atau bukan, dan siapa yang terpilih nanti, disadari atau tidak, ada perubahan besar di tingkat lokal yang memberi pengaruh berbagai daerah di Indonesia dalam mengelola pemerintahan.
Terutamanya dipengaruhi oleh pemberlakuan UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak tahun 2001. Hal ini menyebabkan pergeseran pola manajemen pemerintahan dari manajemen yang ”sentralistik-eksploitatif” menjadi ”desentralistik-partisipatif”.
Perubahan ini mengharuskan pemerintah daerah dalam mengelola daerah menggunakan tiga pendekatan sekaligus yaitu entrepreurial-competitive goverment, customer-driven goverment dan memiliki global cosmolit orientation. Entrepreurial -competitive goverment adalah pemerintah daerah yang jeli melihat peluang dan mampu mendorong adanya kompetisi di antara penyedia layanan publik dalam upaya memberikan layanan prima (excellent services) kepada konstituennya (investor, wisatawan dan masyarakat luas). Sedangkan pendekatan customer-driven goverment yaitu pemerintahan daerah yang berorientasi dan peduli terhadap setiap pelanggannya dan serius menempatkan akuntabilitas publik (rasa pertanggungjawaban) pada posisi terdepan dalam praktik kepemimpinan mereka.
Siapakah pelanggan pemerintah daerah? Tentu saja masyarakat yang mereka pimpin dan siapa saja yang memiliki potensi dan kontribusi meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Sedangkan pendekatan yang ketiga global cosmolit orientation yaitu pemerintah daerah yang memiliki wawasan global. Membuka diri terhadap masuknya budaya global tidak peduli darimana asalnya, sejauh memiliki kontribusi positif meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Langkah strategis mewujudkan hal itu, pertama menjadi tuan rumah yang baik (be agood host) bagi pelanggan daerah. Ini merupakan upaya menarik dan mengakuasisi pelanggan (customer acquisition). Untuk menjadi tuan rumah yang baik maka harus ada sinergi antara masyarakat, kalangan bisnis/entrepreneur dan pemerintah daerah.
Tiga pelaku utama tersebut harus mendorong agar semua lapisan masyarakat (termasuk LSM dan DPRD) bersikap bersahabat terhadap orang luar. Slogan nasinalisme sempit kedaerahan seperti “harus putra daerah” dalam pembangunan wajib dihilangkan.
Poin utama di sini adalah bagaimana mendapatkan sumberdaya terbaik, lepas darimana mereka berasal. Dari sisi operasional bisnis, harus terus membangun iklim bisnis yang baik dan menjamin semakin meningkatnya peluang investasi di daerah itu. Dan dari sisi kebijakan pemerintah harus mendukung kondusifnya iklim bisnis dan investasi.
Strategi yang kedua yaitu memperlakukan pelanggan pelanggan secara baik (treat your guest properly). Langkah ini bertujuan memuaskan pelanggan (customer satisfaction). Diharapkan pemerintah daerah mampu mengidentifikasi keinginan dan ekspektasi pelanggan dan responsive memenuhi keinginan tersebut. Untuk dapat melakukannya, daerah harus terus menerus memperbaiki liveability (menjamin kompetitifnya biaya hidup), investability (menyediakan tenaga kerja, perbaikan infrastuktur dan regulasi yang kondusif), dan visitability (fasilitas transportasi, revitalisasi objek wisata, membangun kemudahan serta suasana aman dan nyaman).
Ketiga, yaitu membangun sebuah ‘rumah’ yang nyaman bagi pelanggan (building a home sweet home). Pemerintah daerah menyediakan wahana yang memadai bagi aktivitas mereka. Mulai dari fasilitas pameran dan konferensi, infrastuktur fisik, telekomunikasi, hingga perguruan tinggi.
Dengan berbagai wahana ini diharapkan pelanggan akan menjadikan daerah yang bersangkutan sebagai longterm home base-nya dan upaya costumer retention akan terlaksana dengan baik.
Untuk mengetahui bahwa ketiga langkah strategis tersebut sudah dilaksanakan dengan maksimal, dapat diukur dengan lima dimensi kualitas layanan pelanggan:reliability, tangibles, assurance, emphaty dan responsiveness. Reliability adalah kemampuan untuk memenuhi kualitas pelayanan yang telah dijanjikan secara tepat dan dapat dipercaya. Apabila suatu daerah menjanjikan layanan pengurusan izin mendirikan bangunan selesai dalam satu minggu, surat izin itu akan benar-benar selesai dalam waktu satu minggu. Sedangkan tangibles adalah tampilan fisik fasilitas, media komunikasi, penampilan pegawai yang bersih, atraktif dan professional. Misalnya ketika investor bertamu di kantor pemerintah daerah, kondisi kantor, penampilan pegawai, perlengkapan yang digunakan akan mempengaruhi persepsi investor terhadap keseluruhan kantor pemerintahan.
Sementara assurance adalah pengetahuan dan sopan santun para pegawai serta kemampuan untuk memberikan rasa aman dan percaya kepada pelanggan. Contohnya penanganan pejabat pemda yang profesional bersih KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) serta adanya kepastian hukum yang menghasilkan rasa aman bagi investor. Emphaty adalah kemampun melayani serta memberikan perhatian secara personal. Kemampuan pegawai pemda melayani keluhan masyarakat dengan pendekatan emosional dan perhatian yang tinggi terhadap problem yang dihadapi. Dimensi kualitas yang terakhir, responsiveness merupakan keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan yang tepat waktu dengan memandang pelanggan sebagai prioritas. Berarti penanganan yang cepat dan tepat terhadap keluhan yang diungkapkan masyarakat.
Menjadi marketer daerah yang marketable serta berorientasi pada pelanggan adalah suatu keharusan yang dimiliki pemimpin daerah. Jadi, jangan sekedar bersaing memperebutkan kursi dan jangan salah memilih.

Penulis adalah Marketing Toko Buku Gramedia & Dosen Akademi Perdagangan CIC

dimuat di Radar Cirebon, Sabtu Pon, 10 Februari 2007.

Daftar Isi