Powered By Blogger

Selasa, 03 November 2009

INTEGRATIVE NEGOTIATION

Ibu menghampiri kedua anaknya yang berebut sebutir telur mentah. Lalu ibu memutuskan memberikan telur kepada adik, membujuk kakak untuk mengalah, ternyata sang kakak berontak. Demikian pula sebaliknya, ketika ibu berganti menyuruh adik yang mengalah. Dalam kasus itu, si ibu menggunakan teknik negosiasi dengan pola pikir distributive negotiation. Teknik ini menyangkut kepentingan yang sama dari pihak yang bernegosiasi, di mana keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain. Dasar negosiasi ini win-lose thinking: “what is good for the other side must be bad for us”.

Singkat cerita, agar pertengkaran usai, ibu meminta sebutir telur pada tetangga. Sekarang, setiap anak memiliki sebutir telur. Sang kakak pergi membuka telurnya, menyaring, membuang kuning telurnya, dan memakai putih telurnya untuk mengolesi selembar fotonya. Sang adik juga beranjak, membuang putih telurnya dan memakai kuning telurnya untuk campuran adonan agar-agar. Andaikata si ibu mau menggali informasi kebutuhan masing-masing anaknya, dan keputusannya membagi sebutir telur tersebut, putih telur untuk sang kakak sedangkan kuning telur untuk si adik, maka pola pikir yang digunakan adalah integrative atau value–added negotiation yang lebih mengarah kepada progressive win-win stragegy.

Dalam melakukan negosiasi sebaiknya mengutamakan metode intergrative negotiation yang berbasis win – win solution, kecuali dalam hal tertentu di mana posisi tawar (bargaining position) sangat kuat dan adanya keharusan memenangkan konflik, dapat ditempuh metode distributive negotiation dengan dasar win – lose thinking. Pengalaman berfikir integrative sering dilakukan ketika saya masih menjabat supervisor toko buku Gramedia Cirebon. Misalnya saja pada saat ingin meningkatkan omzet penjualan buku best seller dengan mengadakan seminar. Siapa saja pihak yang dilibatkan bernegosiasi? Yang pertama, penerbit dan penulis buku, yang kedua adalah institusi pendidikan dimana mahasiswa dan dosennya sebagai target peserta utama. Ketiga ialah pihak media massa dalam hal ini beberapa stasiun radio serta koran lokal yang menjadi media publikasi dan sarana meraih sponsor lain.

Pada tahap awal negosiasi, persiapan yang dilakukan adalah penggalian informasi. Pertama, penerbit biasanya mempunyai budget promosi untuk menanggung biaya akomodasi penulis dalam rangka launching buku. Pun juga dengan pihak penulis, membutuhkan publikasi untuk eksistensi diri dan karyanya. Kedua ialah Institusi Pendidikan dimana dosen dan mahasiswa bernaung, mempunyai tempat dan fasilitas pertemuan untuk bermacam kegiatan yang rutin diadakan lembaga mahasiswa dalam meningkatkan nilai akreditasi. Ketiga, bagi radio di daerah, mengadakan talkshow radio dengan menghadirkan penulis buku tingkat nasional adalah sebuah cara meningkatkan kredibilitas image dan rating sebuah radio. Terakhir, koran lokal di cirebon, masing-masing wartawannya ditarget untuk mendapat berita menarik, lebih dari 5-8 berita setiap hari. Baik radio maupun koran lokal juga membutuhkan “branding” sebagai bentuk “confirmation” supaya dipercaya pengiklan.

Lantas apa yang bisa ditawarkan Toko Buku Gramedia untuk menjawab kebutuhan mereka sekaligus mampu meningkatkan omzet toko?. Kelebihan yang dimiliki toko buku yang pertama adalah “Top Brand”, “Good Will”, yaitu citra dan integritas baik yang dipercaya masyarakat. Yang kedua, audioland Gramedia yang ‘bisa’ dikomersialkan seperti layaknya stasiun radio yang dapat memutar promo seperti adlips maupun spot iklan. Adlips merupakan sebuah bentuk informasi promosi yang diucapkan langsung (dibacakan) oleh seorang penyiar, gaya penyampaiannya bisa berbeda-beda tergantung style sang penyiar sedangkan spot iklan terlebih dahulu direkam, bisa dalam bentuk dialog atau drama yang diputar berulangkali, biasanya berdurasi 30-60 detik.
Dari masing-masing kebutuhan dan kelebihan yang ada, negosiasipun terjadi. Akhirnya acara terselenggara dengan full barter. Penerbit menanggung akomodasi penulis sebagai pembicara seminar, memberikan tambahan discount buku dan mencetak brosur yang mencantumkan semua sponsor. Penulis buku mempopulerkan diri dengan road show di beberapa radio sponsor, diakhiri talkshow interaktif di toko sebelum acara seminar berlangsung. Tiket seminar dan buku pun semakin laris. Apalagi didukung display buku khusus yang menarik di toko.

Institusi pendidikan menyediakan tempat gratis di kampus dengan memasukkan seminar sebagai program kampus yang menambah nilai akreditasi. Alokasi dana kegiatan kemahasiswaan dari kampus dipakai untuk menanggung biaya kepanitiaan yang melibatkan senat mahasiswa. Dosen dan mahasiswa internal maupun peserta dari luar hanya membayar seharga buku, mendapatkan fasilitas tiket seminar setengah hari, buku karya pembicara, seminar kit dan produk sponsor lain.
Moderatornya dari redaktur koran, MCnya dari salah satu stasiun radio, dengan kompensasi bingkisan buku dari penerbit. Koran memuat berita sebelum dan sesudah acara disertai iklan yang memuat logo penyelenggara & semua sponsor. Berita tersebut ditempel indah di mading/ papan pengumuman toko buku. Spot iklan acara yang menyebutkan sponsor dibuat oleh radio dengan berbagai versi dan gaya diputar juga di audioland Gramedia. Begitu pula dengan rekaman talkshow radio. Audioland Gramedia dapat difungsikan seperti halnya radio dengan pendengar seluruh pengunjung Gramedia, tanpa menghilangkan gaya khas toko buku sesuai standar ISO. Sponsor lain memperoleh stand pameran dengan memberi tambahan fasilitas untuk peserta (biasanya sponsor makanan & minuman).

Dengan tipe negosiasi integrative, tim-tim negosiasi yang terlatih baik, dapat mencapai hasil yang memuaskan semua pihak. Keberhasilan integrative negotiation sangat tergantung kepada kualitas dari informasi yang dipertukarkan. Kebohongan menyembunyikan data kunci dengan taktik negosiasi yang tidak etis dapat merusak kepercayaan dan niat baik yang sangat penting dalam win-win negotiation. Puncaknya, semua sepakat, semua menang, semua senang!

Daftar Isi